Tuesday, June 22, 2010

Harapanku pada Tuhan

Ketika saya merenung dan mencoba melihat kembali apa yang terjadi di hidup saya, tidak ada kata yang bisa keluar selain ucapan syukur. From Nothing into Someone.

Tuhan saya terlalu hebat.

Saya hanyalah seorang anak daerah yang melewati masa kecil saya dengan sederhana. Saya hanya tahu menjalani kehidupan yang Tuhan beri. Saya menamatkan pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama saya di tempat kelahiran saya. Saya hanya tahu saya berusaha untuk menyelesaikan sekolah saya itu dengan sangat baik. Saya ingin terus bersekolah.

Beberapa bulan menjelang ujian akhir sekolah menengah pertama, saya ingat sekali pernah merencanakan untuk melanjutkan sekolah menengah atas saya di SMA Negeri di Lampung bersama mama saya. Yah, saya pikir yang penting saya bisa bersekolah, dimanapun sekolahnya. Mengukur kondisi keuangan dan juga jarak sekolah dengan rumah, supaya tidak terlalu banyak biaya transportasi yang harus dikeluarkan, karena saya lulus bersamaan dengan kakak saya yang lulus dan berniat melanjutkan kuliah. Kebayangkan berapa banyak biaya yang harus disiapkan.
Kebetulan SMA yang saya incar itu berjarak cukup jauh, jadi berpikir-pikir bahwa saya akan tinggal dikosan saja dan mama juga sudah setuju. Oke, saya akan bersekolah disitu saja. Titik.

Menjelang hari-hari kelulusan saya, tiba-tiba saya mendapat tawaran untuk meneruskan sekolah di Jakarta, di SMA Negeri yang ada di daerah Jakarta Selatan. Kabarnya sekolah itu adalah salah satu sekolah pendamping unggulan. Woow..Lihatlah betapa Tuhan saya begitu hebat. Mungkin saya pernah bermimpi untuk bisa bersekolah di Jakarta suatu hari nanti, tapi saya berpikir itu akan bisa saya capai nanti. Saya tidak pernah berpikir akan secepat itu. Apa yang tidak pernah saya pikirkan, itu yang DIA sediakan bagi saya. Proses pendaftaran yang saya ikuti pun amat sangat mudah. Tuhan mempermudah prosesnya untuk saya. Saya diterima di SMA Negeri itu. Tuhan telah menyediakan 1 bangku untuk saya.

Ternyata kerja tangan Tuhan tidak hanya berakhir disitu saja. DIA masih merangkai pekerjaan tangan yang luar biasa untuk saya.

Banyak sekali kenangan yang saya alami di sekolah itu. Mulai dari pengalaman saya yang terpuruk karena mendapatkan nilai yang amat sangat jelek untuk pertama kalinya dalam hidup saya sampai cinta monyet.

Hampir saya menyelesaikan tiga tahun masa-masa sekolah itu dan saya bingung mau meneruskan sekolah kemana. Yang saya tahu, saya ingin kuliah. Tapi tidak berani ambil kedokteran, disamping masalah dana, saya juga takut darah (masa dokter takut sama darah?). Saya disarankan untuk mengambil jurusan Bioteknologi, tapi saya ragu karena namanya keren tetapi kog tidak terlalu terkenal yah di Indonesia. Siapa yang mendanai kalau saya mau melakukan penelitian? (pemikiran yang amat sangat pendek, padahal saya bisa saja hijrah ke luar negeri kan?). Oke, mari kita lihat Koran, bagian lowongan pekerjaan, jurusan apa sih yang banyak dicari?? Wow, ternyata banyak sekali yang mencari akuntan dan ekonom. Saya berkesimpulan bahwa sangat mudah mencari pekerjaan jika kamu jurusan Ekonomi, banyak sekali yang mencari anak-anak jurusan Ekonomi. Kalau begitu saya putuskan saja bahwa saya akan kuliah jurusan Ekonomi, bagian Akuntansi.

Akhirnya kolektif melalui sekolah, saya membeli formulir SPMB, ujian masuk perguruan tinggi negeri. Formulir akan dibagikan secara serentak dan kami akan mengisi formulir bersama-sama, karena setelah selesai formulir itu akan dikembalikan lagi secara kolektif oleh sekolah.

Saya datang terlambat ke sekolah sewaktu pembagian formulir dan saya baru tiba ketika teman-teman saya sudah mulai mengisinya. Tinggal tersisa 1 formulir untuk saya ketika saya datang dan saya mulai melihat-lihat sebelum mulai mengisinya. Loh, kog saya Cuma bisa memilih 2 jurusan, kan saya membeli formulir IPC? Dengan formulir IPC, anak-anak jurusan IPA bisa memilih jurusan-jurusan yang tersedia untuk anak-anak IPS dan di formulir itu kita bisa memilih 3 jurusan, tetapi harganya memang lebih mahal dibanding formulir biasa. Saya kembalikan formulir itu ke Guru saya dan saya bilang bahwa saya membeli formulir IPC, bukan IPA. Saya panik. Formulir itu pasti tertukar dengan formulir salah satu teman saya dan mereka sudah mulai mengisinya. Dugaan saya benar, formulir saya tertukar dan teman saya itu telah selesai mengisi identitas dan pilihan jurusannya menggunakan formulir saya.
Teman saya mengajak tukar formulir dan dia bersedia membayar selisihnya. Saya tidak mau. Bukan uang masalahnya. Saya ingin memiliki tiga pilihan dibandingkan dua. Akhirnya formulir yang sudah terisi itu dikembalikan ke saya. Saya harus menghapus identitasnya, menggantinya dengan punya saya dan mengisi pilihan jurusan yang sudah diisinya dengan pilihan jurusan saya. Disaat teman-teman saya sudah selesai mengisi, saya masih belum selesai menghapus dan masih butuh waktu untuk mengisinya.
Ingin menangis rasanya, bagaimana kalau saya gagal hanya karena formulir saya kotor sehingga mesin scanning nya tidak bisa membaca identitas saya. Saya seperti kalah sebelum berperang. Ingin menangis dan berteriak, bagaimana mungkin Guru saya bisa ceroboh seperti itu, bagaimana mungkin teman saya yang sudah jelas-jelas membeli formulir IPA tapi malah mengambil formulir IPC. Saya sibuk menghapus dan sibuk menahan air mata. Nanti setelah tiba dirumah saya akan nangis sepuasnya, tapi tidak sekarang kata saya pada diri saya. Tuhan..saya takut. Mengapa ini terjadi pada saya?
Sambil menghapus saya tidak berhenti-berhenti berdoa, berharap agar kejadian ini tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Saya juga terus meyakinkan diri saya bahwa jika Tuhan mau memberi tidak akan ada yang bisa menghalangi.

Saya beri tahu pilihan jurusan yang saya ambil:
Pilihan 1 : Fakultas Ekonomi, jurusan Akuntansi UI
Pilihan 2 : Bioteknologi IPB
Pilihan 3: saya lupa..

Saya tidak mendaftar lagi ke Perguruan Tinggi Swasta. Saya hanya membeli dan mendaftar D3 Akuntansi UI. Sebelum pengumuman SPMB, saya sudah tahu bahwa saya diterima di D3 Akuntansi UI.

Hari pengumuman pun tiba. Apakah nama saya akan muncul dikoran atau tidak? Tidak tahu. Yang saya tahu, saya sudah berusaha semampu saya, saya sudah berdoa sampai jungkir balik. Bukannya saya tidak bersyukur karena saya diterima di D3 UI, tapi saya tetap minta 1 bangku di S1 UI. Saya minta pada Tuhan 1 bangku di FEUI. Dari sekian ratus bangku, tidak akan sulit bagi Tuhan untuk memberikan 1 bangku untuk saya. Itu yang saya doakan dan saya imani.
Sewaktu melihat dan mencari nama saya di koran, dengkul saya semakin lemas. Ternyata tidak ada pengumuman di Koran itu. Saya salah beli Koran. Kebodohan yang tidak perlu terjadi disaat-saat seperti ini. Akhirnya saya menelpon sahabat saya, ingin tahu pengumuman itu ada di Koran apa. Selain itu juga ingin tahu apakah dia berhasil masuk atau tidak. Tiba-tiba dia menyelamati saya. Dia meyakinkan saya bahwa saya diterima. Saya tidak percaya begitu saja. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli Koran dan melihatnya sendiri. Puji Tuhan, DIA benar-benar memberikan 1 bangku untuk saya lagi. Lihatlah lagi, betapa hebatnya Tuhan saya. Setelah apa yang terjadi, disaat saya merasa benar-benar tiada harapan, ditanganNya selalu ada harapan. Saya kuliah, dengan biaya yang masih tergolong murah, karena setelah angkatan saya, biaya kuliah meningkat tajam. Lagi-lagi Tuhan memudahkan jalan hidup saya.
Saya selalu berdoa supaya saya bisa sambil mencari uang bahkan sebelum saya lulus kuliah. Dia mengabulkannya dengan membuat saya menjadi Asisten Lab, pengawas ujian dan pemeriksa ujian di Kampus. Saya berharap supaya sebelum saya lulus, saya sudah mendapatkan pekerjaan. Dan lagi-lagi DIA mengabulkannya.

Jika diceritakan apa saja yang sudah DIA perbuat dalam hidup saya, tidak akan habis saya bercerita. Terlalu banyak dan terlalu ajaib untuk bisa dibayangkan. DIA menyediakan apa yang tidak pernah saya pikirkan, DIA terlalu luar biasa baik untuk saya. Hingga saat ini dan seterusnya, saya masih terus menantikan karyaNya yang ajaib dalam hidup saya.

Taruhlah harapanmu pada Tuhan, maka kamu tidak akan pernah kecewa!

No comments:

Post a Comment