Wednesday, January 11, 2012

Kembali ke sekolah

Saya suka sekolah.
Suka suasananya, suka bertemu teman-teman baru, suka belajar hal baru, suka ketika saya tahu bahwa apa yang saya korbankan, entah itu waktu, tenaga, uang, perhatian dan pikiran ada hasilnya.
Sebenarnya keinginan untuk kembali ke sekolah sudah ada sejak sekitar 2 tahun yang lalu, setelah saya memutuskan untuk resign dari kantor pertama saya (PwC).

Alasan utama saya resign dari PwC adalah untuk kembali ke sekolah, karena saya sadar dengan workload dengan bekerja sebagai auditor tidak akan memungkinkan untuk kembali bersekolah..
Yah, alasan saya resign, bukan karena saya tidak betah dengan PwC.

Sudah 2 tahun yang lalu sejak saya resign dan memutuskan untuk pindah bekerja.
Tapi seperti Tuhan berkata lain, semangat untuk bersekolah lagi itu seolah redup setelah saya pindah bekerja. Padahal secara waktu lebih memungkinkan untuk itu. Atasan saya saat itu juga tahu bahwa saya resign dan memutukan untuk pindah adalah karena saya ingin sekolah dan saat interview, beliau juga mendukung saya bersekolah lagi.


Setelah pindah dan selama 2 tahun belakangan ini, saya seperti malas..malas..dan malas..
Rasanya tidak rela kalau weekend kalau kuliah atau after office hour saya harus berjibaku dengan tugas-tugas kampus yang kadang dikasih dosen tanpa belas kasihan.
Saya tidak rela...

Alasan lainnya adalah...jreng..jreng...uang.
Saya punya beberapa wish list yang ingin saya miliki dan saya berharap bisa memenuhinya dengan jerih payah saya sendiri.
Saat itu dilema juga sih antara ingin membeli salah satu barang yang ada di wish list saya itu atau memenuhi mimpi saya untuk sekolah.

Setelah akhirnya saya memutuskan untuk akhirnya mengesampingkan sekolah dan memutuskan untuk memenuhi hasrat saya membeli barang yang ada di wish list saya. Yeah..finally i got it!


Heran. Melihat teman-teman yang resign dan memutuskan untuk bersekolah, sama sekali tidak berhasil membangunkan hasrat saya untuk bersekolah lagi.
Dalam hati saya, saya tahu saya akan sekolah lagi. Tapi entah kapan. Kali ini hati saya tak tahu jawabannya. Hanya Tuhan, yah hanya Tuhan yang tahu.


Hingga pada suatu hari, ada salah satu teman saya di kantor yang meminta waktu saya sebentar untuk mengajarinya sesuatu. Sebenarnya saat itu saya lumayan sedang ada kerjaan, dan memintanya agak sorean baru ke tempat saya. Tetapi yang mengejutkan saya dan mulai mengusik saya, dia mengatakan kalau sore itu dia harus pulang cepat karena harus mengejar kuliah. Tidak tanggung-tanggung, ternyata dia ambil kuliah S2 di UI Depok. Dia harus pulang dari kantor jam 4 sore untuk mengejar kuliah jam setengah 7 malam.



Saya pikir..benar-benar butuh komitmen tinggi, karena tidak hanya butuh komitmen untuk kuliahnya saja, tapi jarak kampusnya yang jauh dari kantor maupun rumahnya. Saat itu, rasanya seperti ditampar bolak balik, dilecut pakai cambuk. Harga diriku terusik. Lebih tepatnya saya merasa malu. Disaat saya masih menikmati kemalasan saya, dia sudah hampir selesai sekolah dan dia sekolah sambil bekerja. Dan entah datang dari mana, tiba-tiba timbul tekat dan keinginan yang besar di diri saya untuk membulatkan hati dan akhirnya saya memutuskan untuk bersekolah lagi.



Saya merasa seperti...This is it! Tuhan dan segenap alam semesta seolah membantu saya. Pencarian kampus dan jurusan menjadi sangat mudah. Melihat tuition fee nya juga masih terlihat reasonable. Yah saya pikir, saya pasti dicukupkan Tuhan untuk membayarnya. Tuhan tidak mungkin bekerja setengah-setengah kan? Kalau Tuhan sudah bawa saya sampai diterima di kampusnya, masakan Dia berhenti sampai disitu dan tidak membantu saya sampai lulus. Ya kan? *sambil berusaha meyakinkan diri sendiri*.



Teman, tadinya saya mau daftar di Gelombang 1. Dengan modal sok yakin aja gitu. Tapi akhirnya tidak jadi di gelombang pertama, karena ternyata rasa malas dan tidak rela itu masih ada. Diundur lagi deh. Saya pikir, toh masih ada gelombang-gelombang berikutnya, gelombang 2 dan 3.



Melihat dokumen yang harus dilengkapi tadinya juga sempat bikin malas. Saya harus mempersiapkan:



- 3 lembar fotocopy ijazah dan transkrip yang sudah dilegalisir



- 2 lembar surat rekomendasi, boleh dari atasan maupun dosen



- 1 copy CV



- mengisi formulir pendaftaran yang bisa diunduh online dari websitenya



Syarat kesatu dan kedua sih yang sebenarnya membuat malas. Saya pikir saya tidak lagi punya fotocopy ijazah dan transkrip nilai yang sudah dilegalisir, tapi ternyata saya masih ada 4 copy. Syarat kesatu..CHECKED!



Terus bingung mau minta surat rekomendasi kesiapa. Kalau 1 sih gampang, saya bisa minta my direct boss. Akhirnya sambil bercerita mengenai keinginan saya untuk sekolah lagi yang ternyata didukung juga oleh beliau, saya sekalian minta surat rekomendasi. Nah satu lagi, minta ke siapa donk? bingung. Tiba-tiba bos saya menawarkan untuk membantu saya memintakan surat rekomendasi ke bosnya. Wow! Singkat cerita syarat kedua terpenuhi juga.



Iseng-iseng, hari sabtu mampir ke kampusnya. Emang dasarnya gak niat kesana, saya baru sampai ke kampus jam setengah 6 sore, sambil bawa dokumen-dokumen untuk mendaftar. Namanya juga iseng-iseng berhadiah, kalau sekretariat masih buka, saya daftar, kalau tutup yah sudah deh next time aja. Saya juga tidak terlalu berharap banyak, mengingat itu hari Sabtu dan sudah jam stgh 6 sore..masih ada orang aja sudah bagus. Loh, ternyata masih buka. Akhirnya dokumen pendaftaran saya kasih. Belum lengkap karena sebenarnya harus kasih hasil test GMAT dan TOEFL. Tetapi karena saya tidak pernah mengambil test GMAT dan TOEFL, akhirnya saya mendaftar test yang disiapkan oleh kampusnya. Pendaftaran selesai.



Test gelombang kedua masih sekitar 1,5 bulan lagi, masih ada waktu lah yah kalau mau belajar TOEFL dan GMAT (ini sih lebih ke modal nekat aja, mana ada coba orang yang persiapan TOEFL dan GMAT 1.5 bulan). Lagi-lagi saya pasrah aja..kalau gelombang 2 ini ternyata saya gagal, kan masih ada gelombang ketiga, coba lagi aja testnya. Ya, justru karena pikiran saya ini, dalam waktu 1.5 bulan itu pun saya tidak benar-benar belajar. Masih ada waktu main, nonton, dan bermalas-malasan.



Hari test pun tiba, kalau saya tidak salah itu hari Sabtu, 5 November 2011. Test TOEFL duluan dimulai jam 9 - 12. Rame juga ternyata yang ikutan test. Jam 1 masuk lagi untuk test GMAT. Lagi-lagi, saya pasrah apalagi sempat ngobrol dengan seorang bapak yang konon kabarnya saat itu sudah test yang kedua kalinya, karena setelah percobaan pertama gagal. Wah, pertanda buruk ini sodara-sodara, sepertinya susah ini test-nya, sampe bapak itu aja harus ngulang. Singkat cerita, selesai test kepala seperti ngebul deh, cenat-cenut, pusing diperas seharian. Pulang dan pasrah aja deh. Kalau tidak keterima, artinya saya belum boleh sekolah sekarang-sekarang ini.



Kabarnya pengumuman akan keluar setelah 4-5 hari kerja. Hitung-hitung sekitar tanggal 10 November 2011 keluar pengumuman. Ternyata pengumuman keluar hari Jumat, 11 Nov 2011, kebetulan hari itu saya cuti demi menghadiri pernikahan teman saya Mekar + Bram. Selesai akad dan lagi menunggu resepsinya, tiba-tiba ada email masuk dari kampus itu tentang pengumuman hasil test GMAT dan TOEFL. Maakk..saya lupa nomor registrasi saya, jadi ini lulus apa gak?



Buru-buru telpon kerumah, minta tolong mama liatin nomor registrasi, ternyata saya lulus seleksi tahap pertama..Iya tahap pertama, karena masih ada sesi interview sama dosen. Setelah janjian tanggal interview dan di tanggal yang ditentukan itu saya datang, saya dikasih kasus untuk dipikirkan dan didiskusikan dengan dosen penguji. Singkatnya aja yah teman, saya lulus juga untuk hasil interviewnya.



Saya pikir setelah lulus hasil interview, saya sudah pasti diterima. Tapi ternyata tidak juga, karena kata orang sekretariat, pendaftaran semester ini banyak yang ikut dan kebetulan hasil test nya juga bagus-bagus, jadi nanti akan disaring lagi untuk ditentukan apakah bisa masuk untuk Intake January 2012 atau intake Agustus 2012. Untuk 40 orang dengan hasil test tertinggi bisa masuk January 2012, sedangkan selebihnya masuk di Agustus 2012.



Ya ampun, banyak amat yah saringannya. Maunya sih di January, lebih cepat bisa lebih cepat lulus kan? Amin..tapi kalau keterimanya di Agustus ya gak apa-apa juga sih, cuma kan sayang aja gitu buang waktu 6 bulan lagi. Lagi-lagi saya pasrah.



Hari yang ditunggu-tunggu, tiba-tiba mendapatkan email yang mengabarkan bahwa saya diterima untuk intake January 2012.



Yeaaayyy!!! saya kembali ke sekolah. Terima kasih ya Tuhan untuk kesempatan dan kemudahan yang diberikan, tentunya saya masih terus membutuhkan bantuan Tuhan untuk kedepannya lagi. Tuhan membawa saya sampai sejauh ini tidak untuk ditinggal di tengah jalan kan? heheh...



Semoga saya bisa selesai sekolah tepat waktu dengan nilai yang sangat baik. Amin.



Yeayy!!! Saya kembali ke sekolah!!











HTS (Haram Tanpa Status)

Istilah "Hubungan Tanpa Status" pastinya sering didengar atau bahkan disebutkan disekitar kita.
Mulai dari teman yang menceritakan pengalaman temannya, teman yang menceritakan pengalamannya sendiri atau mungkin ada yang mengalaminya sendiri.

Untuk sebagian orang, status hanyalah sebatas kata "Ya" atau "Tidak".
Mungkin untuk sebagian yang lainnya status itu malah tidak penting sama sekali.
Sebagian yang lainnya merasa status adalah kekangan, maka ada beberapa orang yang sangat nyaman dan menikmati sekali hubungan tanpa status ini, karena tidak ada beban dan ikatan untuknya.

Menurut saya..tanpa status artinya tanpa komitmen.

Dari beberapa cerita yang saya dengar, biasanya yang menjadi korban hubungan tanpa status ini adalah kaum wanita. Tentu saja hal ini tidak bisa digeneralisir karena ada beberapa cerita dimana si wanita sendiri yang takut dengan komitmen.

Membaca timeline, kadang suka merasa kasihan kalau ada seorang cewek yang curhat di twitter karena kangen dengan seorang cowok, tapi tidak bisa mengungkapkannya. Ya, karena ya itu tadi..statusnya tidak jelas. Pacar bukan, tapi kalau dibilang teman kog sepertinya rasanya sudah lebih dari teman. Tuuh...jadi galau kan?
Kadang saya berpikir, apa cowoknya itu tidak merasakan hal yang sama dengan si cewek? Cinta bertepuk sebelah tangan begitu? atau sebenarnya mereka sudah merasakan hal yang sama, tapi ya itu...cowoknya tidak mau ada status, sudah nyaman dengan kondisi yang ada. Toh tanpa status aja rasanya sudah dapat perhatian seperti pacar kog, ngapain repot-repot bikin status?

Kalau rasanya tidak enak menjalani hubungan tanpa status, ya jangan mau diajak HTS-an. Harus berani berkata tidak, harus berani menolak.
Mengapa?
Karena kamu itu berharga. Kamu berhak untuk dapat yang terbaik.

Meskipun tentu saja itu kembali lagi ke masing-masing orangnya.


Dulu...


Disini..hanya ada aku.

Disana..kamu dengan duniamu.


Tidak melihatmu, tidak mendengar namamu, mengenalmu ataupun membayangkanmu..

Ada masanya dulu..

Berkenalan denganmu

Hari-hari bersamamu
Canda tawa, tangis duka, berbagi suka...bersama..

Itu dulu...



Mungkinkah memutar waktu kembali ke masa itu..dulu??

Dulu selalu ada waktu bersama..

Dulu mencarimu, menunggumu, berbincang denganmu..


Itu dulu..


Sungguh ku berharap menjalani waktu seperti masa itu..Dulu..

Thursday, June 24, 2010

Quote of the day

"Pria Sukses adalah pria yang mempunyai penghasilan lebih besar daripada pengeluaran istrinya...
Wanita yang sukses adalah wanita yang berhasil menemukan pria itu"

hahahah...kalo gitu saya masih tergolong belum sukses donk?..
Oke, ambil sisi positifnya saya BELUM sukses, bukan berarti TIDAK sukses.
Sekarang saatnya mencari pria yang berpotensi untuk menjadi Pria Sukses...hahahha

Wednesday, June 23, 2010

Saya dan Perancis

Bonjour...
Comment allez-vous ?

hahaha..baru itu doank yang saya bisa tuh bahasa Perancis..

Entah dapat ide darimana kog saya memutuskan untuk ikutan kursus bahasa Perancis. Akhirnya saya mengambil level pertama di salah satu tempat kursus bahasa Perancis yang lumayan ternama dan murah, hahaha..
Pengajarnya udh ibu-ibu,tinggi, langsing, kulit sawo matang, cantik sih dan yang pasti typical Sebul gitu deh kalo kata si Bang A*D.
Katanya sih dia baru sekali ini ngajar kelas pemula, biasanya dia ngajar kelas advance dan conversation. Oke deh, mari kita lihat cara ngajarnya.
5 menit pertama masuk dia langsung cuap-cuap pake bahasa Perancis, dan kita MELONGO...*pengen standing applause tadinya karena begitu dengar dia ngomong..wooow...bahasa perancis keren banget, terdengar begitu romantis*
Dalam hati saya berpikir, dia keren banget!!
15 menit berikutnya dahi mulai berkerut-kerut. Omaygat, apa yang dia omongin. Saya tidak mengerti apa-apa. Mulailah ada yang mengeluh dan bilang "translate, plis"..
Alih-alih dia translate, kita malah diceramahin, karena dia tidak akan menggunakan bahasa indonesia di jam kursus karena itu ditujukan untuk membuat kita terlatih.
TERLATIH??? Maksud Loe?? Boro-boro terlatih, kita sama sekali belum ngerti, vocab ga tau, grammar apa lagi, pronounce masih cupu. Kami seperti bayi yang baru lahir, masih polos.
Sumpriitt..susah amat itu bahasa ya? Mesti dibagi antara femina dan mascula, pronounciationnya juga beda dengan tulisannya, belum lagi grammarnya.
Ditambah lagi pengajarnya yang suka strict dan galak ga jelas.
Come on Madame, kami masih pemula, dikit-dikit pake bahasa Indonesia ga bikin dosa. Justru karena Madame ga mau pake bahasa Indonesia, saya malah bikin dosa karena bener-bener ga suka ama ga ya ngajarnya Madame. Hehehe....*alasan*

Disaat saya masih cupu begini bahasa Perancisnya, kog malah cepat sekali waktu berlalu, dan saya sudah mau ujian lagi teman-teman. Matilah awak!!
Haduuh, saya stress banget..Somebody help me....

Tuesday, June 22, 2010

Harapanku pada Tuhan

Ketika saya merenung dan mencoba melihat kembali apa yang terjadi di hidup saya, tidak ada kata yang bisa keluar selain ucapan syukur. From Nothing into Someone.

Tuhan saya terlalu hebat.

Saya hanyalah seorang anak daerah yang melewati masa kecil saya dengan sederhana. Saya hanya tahu menjalani kehidupan yang Tuhan beri. Saya menamatkan pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama saya di tempat kelahiran saya. Saya hanya tahu saya berusaha untuk menyelesaikan sekolah saya itu dengan sangat baik. Saya ingin terus bersekolah.

Beberapa bulan menjelang ujian akhir sekolah menengah pertama, saya ingat sekali pernah merencanakan untuk melanjutkan sekolah menengah atas saya di SMA Negeri di Lampung bersama mama saya. Yah, saya pikir yang penting saya bisa bersekolah, dimanapun sekolahnya. Mengukur kondisi keuangan dan juga jarak sekolah dengan rumah, supaya tidak terlalu banyak biaya transportasi yang harus dikeluarkan, karena saya lulus bersamaan dengan kakak saya yang lulus dan berniat melanjutkan kuliah. Kebayangkan berapa banyak biaya yang harus disiapkan.
Kebetulan SMA yang saya incar itu berjarak cukup jauh, jadi berpikir-pikir bahwa saya akan tinggal dikosan saja dan mama juga sudah setuju. Oke, saya akan bersekolah disitu saja. Titik.

Menjelang hari-hari kelulusan saya, tiba-tiba saya mendapat tawaran untuk meneruskan sekolah di Jakarta, di SMA Negeri yang ada di daerah Jakarta Selatan. Kabarnya sekolah itu adalah salah satu sekolah pendamping unggulan. Woow..Lihatlah betapa Tuhan saya begitu hebat. Mungkin saya pernah bermimpi untuk bisa bersekolah di Jakarta suatu hari nanti, tapi saya berpikir itu akan bisa saya capai nanti. Saya tidak pernah berpikir akan secepat itu. Apa yang tidak pernah saya pikirkan, itu yang DIA sediakan bagi saya. Proses pendaftaran yang saya ikuti pun amat sangat mudah. Tuhan mempermudah prosesnya untuk saya. Saya diterima di SMA Negeri itu. Tuhan telah menyediakan 1 bangku untuk saya.

Ternyata kerja tangan Tuhan tidak hanya berakhir disitu saja. DIA masih merangkai pekerjaan tangan yang luar biasa untuk saya.

Banyak sekali kenangan yang saya alami di sekolah itu. Mulai dari pengalaman saya yang terpuruk karena mendapatkan nilai yang amat sangat jelek untuk pertama kalinya dalam hidup saya sampai cinta monyet.

Hampir saya menyelesaikan tiga tahun masa-masa sekolah itu dan saya bingung mau meneruskan sekolah kemana. Yang saya tahu, saya ingin kuliah. Tapi tidak berani ambil kedokteran, disamping masalah dana, saya juga takut darah (masa dokter takut sama darah?). Saya disarankan untuk mengambil jurusan Bioteknologi, tapi saya ragu karena namanya keren tetapi kog tidak terlalu terkenal yah di Indonesia. Siapa yang mendanai kalau saya mau melakukan penelitian? (pemikiran yang amat sangat pendek, padahal saya bisa saja hijrah ke luar negeri kan?). Oke, mari kita lihat Koran, bagian lowongan pekerjaan, jurusan apa sih yang banyak dicari?? Wow, ternyata banyak sekali yang mencari akuntan dan ekonom. Saya berkesimpulan bahwa sangat mudah mencari pekerjaan jika kamu jurusan Ekonomi, banyak sekali yang mencari anak-anak jurusan Ekonomi. Kalau begitu saya putuskan saja bahwa saya akan kuliah jurusan Ekonomi, bagian Akuntansi.

Akhirnya kolektif melalui sekolah, saya membeli formulir SPMB, ujian masuk perguruan tinggi negeri. Formulir akan dibagikan secara serentak dan kami akan mengisi formulir bersama-sama, karena setelah selesai formulir itu akan dikembalikan lagi secara kolektif oleh sekolah.

Saya datang terlambat ke sekolah sewaktu pembagian formulir dan saya baru tiba ketika teman-teman saya sudah mulai mengisinya. Tinggal tersisa 1 formulir untuk saya ketika saya datang dan saya mulai melihat-lihat sebelum mulai mengisinya. Loh, kog saya Cuma bisa memilih 2 jurusan, kan saya membeli formulir IPC? Dengan formulir IPC, anak-anak jurusan IPA bisa memilih jurusan-jurusan yang tersedia untuk anak-anak IPS dan di formulir itu kita bisa memilih 3 jurusan, tetapi harganya memang lebih mahal dibanding formulir biasa. Saya kembalikan formulir itu ke Guru saya dan saya bilang bahwa saya membeli formulir IPC, bukan IPA. Saya panik. Formulir itu pasti tertukar dengan formulir salah satu teman saya dan mereka sudah mulai mengisinya. Dugaan saya benar, formulir saya tertukar dan teman saya itu telah selesai mengisi identitas dan pilihan jurusannya menggunakan formulir saya.
Teman saya mengajak tukar formulir dan dia bersedia membayar selisihnya. Saya tidak mau. Bukan uang masalahnya. Saya ingin memiliki tiga pilihan dibandingkan dua. Akhirnya formulir yang sudah terisi itu dikembalikan ke saya. Saya harus menghapus identitasnya, menggantinya dengan punya saya dan mengisi pilihan jurusan yang sudah diisinya dengan pilihan jurusan saya. Disaat teman-teman saya sudah selesai mengisi, saya masih belum selesai menghapus dan masih butuh waktu untuk mengisinya.
Ingin menangis rasanya, bagaimana kalau saya gagal hanya karena formulir saya kotor sehingga mesin scanning nya tidak bisa membaca identitas saya. Saya seperti kalah sebelum berperang. Ingin menangis dan berteriak, bagaimana mungkin Guru saya bisa ceroboh seperti itu, bagaimana mungkin teman saya yang sudah jelas-jelas membeli formulir IPA tapi malah mengambil formulir IPC. Saya sibuk menghapus dan sibuk menahan air mata. Nanti setelah tiba dirumah saya akan nangis sepuasnya, tapi tidak sekarang kata saya pada diri saya. Tuhan..saya takut. Mengapa ini terjadi pada saya?
Sambil menghapus saya tidak berhenti-berhenti berdoa, berharap agar kejadian ini tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Saya juga terus meyakinkan diri saya bahwa jika Tuhan mau memberi tidak akan ada yang bisa menghalangi.

Saya beri tahu pilihan jurusan yang saya ambil:
Pilihan 1 : Fakultas Ekonomi, jurusan Akuntansi UI
Pilihan 2 : Bioteknologi IPB
Pilihan 3: saya lupa..

Saya tidak mendaftar lagi ke Perguruan Tinggi Swasta. Saya hanya membeli dan mendaftar D3 Akuntansi UI. Sebelum pengumuman SPMB, saya sudah tahu bahwa saya diterima di D3 Akuntansi UI.

Hari pengumuman pun tiba. Apakah nama saya akan muncul dikoran atau tidak? Tidak tahu. Yang saya tahu, saya sudah berusaha semampu saya, saya sudah berdoa sampai jungkir balik. Bukannya saya tidak bersyukur karena saya diterima di D3 UI, tapi saya tetap minta 1 bangku di S1 UI. Saya minta pada Tuhan 1 bangku di FEUI. Dari sekian ratus bangku, tidak akan sulit bagi Tuhan untuk memberikan 1 bangku untuk saya. Itu yang saya doakan dan saya imani.
Sewaktu melihat dan mencari nama saya di koran, dengkul saya semakin lemas. Ternyata tidak ada pengumuman di Koran itu. Saya salah beli Koran. Kebodohan yang tidak perlu terjadi disaat-saat seperti ini. Akhirnya saya menelpon sahabat saya, ingin tahu pengumuman itu ada di Koran apa. Selain itu juga ingin tahu apakah dia berhasil masuk atau tidak. Tiba-tiba dia menyelamati saya. Dia meyakinkan saya bahwa saya diterima. Saya tidak percaya begitu saja. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli Koran dan melihatnya sendiri. Puji Tuhan, DIA benar-benar memberikan 1 bangku untuk saya lagi. Lihatlah lagi, betapa hebatnya Tuhan saya. Setelah apa yang terjadi, disaat saya merasa benar-benar tiada harapan, ditanganNya selalu ada harapan. Saya kuliah, dengan biaya yang masih tergolong murah, karena setelah angkatan saya, biaya kuliah meningkat tajam. Lagi-lagi Tuhan memudahkan jalan hidup saya.
Saya selalu berdoa supaya saya bisa sambil mencari uang bahkan sebelum saya lulus kuliah. Dia mengabulkannya dengan membuat saya menjadi Asisten Lab, pengawas ujian dan pemeriksa ujian di Kampus. Saya berharap supaya sebelum saya lulus, saya sudah mendapatkan pekerjaan. Dan lagi-lagi DIA mengabulkannya.

Jika diceritakan apa saja yang sudah DIA perbuat dalam hidup saya, tidak akan habis saya bercerita. Terlalu banyak dan terlalu ajaib untuk bisa dibayangkan. DIA menyediakan apa yang tidak pernah saya pikirkan, DIA terlalu luar biasa baik untuk saya. Hingga saat ini dan seterusnya, saya masih terus menantikan karyaNya yang ajaib dalam hidup saya.

Taruhlah harapanmu pada Tuhan, maka kamu tidak akan pernah kecewa!

Friday, June 18, 2010

Single is wrong??

Belakangan ini semakin banyak saja teman-teman saya yang sudah mengakhiri masa lajangnya, malah tidak sedikit yang sudah memiliki keturunan.
Ada yang sama teman sekelas jaman SMA, teman seangkatan jaman kuliah, teman kantor maupun dapat kenalan dari teman. Okelah, darimana pun jodoh mereka, saya ikut senang atas kebahagiaan mereka.
Lalu, apa tujuannya tulisan ini dibuat? Ya ga apa-apa sih, Cuma pengen mengutarakan pemikiran saya saja disini, boleh donk?

Terinspirasi dari hasil chatting dengan seorang teman lama.
Tanpa tedeng aling-aling, tidak pakai say hi or hallo or nanya kabar..hal pertama yang ditanyain adalah
“Rena, sudah merit belum?”
Oh gosh…li’l bit shock ama pertanyaan yang pertama muncul ini. Ternyata kabar saya sudah menikah atau belum itu lebih penting dibanding apakah saya sehat atau tidak. Emang bener ya? Saya yang ketinggalan jaman atau teman saya itu yang melangkah terlalu jauh?

Hmm….dijawab ga yah pertanyaannya? Tiba-tiba muncul perasaan malas untuk meneruskan chattingan itu. Well, karena saya baik hati dan tidak sombong, jadi okelah mari kita teruskan.
Lantas saya jawab saya itu pertanyaan nya.. Belum…

Eng..ing…eng…muncul pertanyaan selanjutnya…“Jadi kapan?”
Hmmm…penting yah buat dia? Saya sendiri saja belum memikirkan apalagi set deadline untuk itu..Lantas saya jawab saja… Belum tahu…
“Kenapa?” – Belum siap mental aja…
“Kog bisa?” – Loh, ya bisalah..belum sanggup kalo harus berbagi penghasilan dan perhatian dari diri sendiri ke orang lain, terutama anak. Belum puas membahagiakan diri sendiri dan orang tua. Belum siap kalau harus mengalihkan uang yang biasanya buat diri sendiri, buat beli barang kebutuhan sendiri tapi jadi beli barang kebutuhan anak.
“Pacarnya orang mana? Kerja dimana? Disiap-siapinlah, kalo nunggu siap mah bisa-bisa ga merit2”…(okeey…sekarang saya mulai gerah neh dengan hal-hal yang berbau merit ini).

Saya tahu by nature, ketika kita sudah menikah dan mempunyai anak, pasti orientasi akan berubah dengan sendirinya. Dari yang tadinya mencari uang hanya untuk memenuhi keperluan diri sendiri menjadi untuk keperluan keluarga dan anak. Saya tahu. Saya hanya belum merasa siap. Dan saya tidak akan memaksa diri saya untuk menjadi siap hanya karena desakan dari orang lain, terutama teman. Toh orang tua saya saja tidak cerewet dan tidak mendesak saya untuk segera menikah, lantas kenapa orang lain lebih heboh yah? Wujud mereka “care” kepada saya? Bisa jadi. Tapi mereka tetap tidak punya hak untuk mendesak saya menikah. Dan saya tetap merasa bahwa saya tidak harus memberikan alasan kepada mereka mengapa saya belum mau menikah.

Akhirnya saya bercerita tentang kejadian ini kepada kedua teman saya yang lain, sebutlah namanya N dan G. Saya bercerita sambil ngomel-ngomel kepada kedua teman saya itu, sambil meminta pembenaran atas apa yang saya lakukan dan atas apa yang ada di pikiran saya, meskipun saya tidak terlalu mempedulikan apakah mereka akan sependapat dengan saya atau tidak.

Tapi mereka berdua berhasil menyadarkan saya dengan mengatakan “Ren, mungkin temen lo itu minta ditanyain udh merit apa belom?”…..Omaygat…begitu ya??

Ada alasan mengapa saya tidak mau bertanya hal-hal berbau merit. Buat saya, merit adalah hal tabu untuk ditanyakan, selalu ada alasan dan pertimbangan mengapa seseorang itu memilih untuk tidak atau menunda pernikahannya dan itu adalah hak masing-masing orang. Saya tidak merasa bahwa saya harus tahu alasan mereka dan saya tidak terlalu peduli lebih tepatnya. Saya yakin, jika sudah tiba waktuNya, seseorang akan siap untuk menikah di waktu yang tepat dengan orang yang tepat dan dalam kondisi yang tepat. Belum siap mental juga termasuk dalam bagian bahwa belum tiba waktu yang tepat.
Terlebih lagi, mengapa saya tidak mau bertanya hal-hal yang berbau merit adalah, karena saya tidak suka ditanya-tanya hal itu, jadi saya juga tidak mau bertanya.
Tapi dipikir-pikir, mungkin perkataan kedua teman saya itu ada benarnya juga. Mungkin teman saya itu bertanya untuk memancing pertanyaan tentang dirinya. Gosh…tiba-tiba merasa kalau saya sama sekali tidak peka untuk hal itu, hahahaha….

Kalau begitu, mari kita tanya ke teman saya itu, bagaimana dengan dia…Akhirnya dengan berat hati dan rada terpaksa, saya tanya juga ke teman saya itu..”Kamu sudah merit belum?”…
Dan….jawaban yang saya tidak duga pun muncul. Dia belum menikah, pacarnya sudah mengajak untuk menikah tahun ini tapi dia menolaknya dan meminta tahun depan saja, dia akan berhenti bekerja awal tahun depan untuk mempersiapkan pernikahannya, dan setelah menikah akan membuka usaha bersama suaminya supaya bisa sambil mengurus anak karena melihat pengalaman kakaknya yang anaknya diurus sama pembantu dan orang tuanya tidak tahu tentang perkembangan anaknya. Dan dia sangat bersyukur sekali karena calon suaminya itu tidak memaksanya untuk bekerja lagi setelah menikah. (oooh…OKeehh…Panjaaanng ya boo ceritanya, padahal saya tidak bertanya dan tidak berharap jawaban sedetail itu). Hahahaa….ternyata teman saya N dan G ada benarnya, dia bertanya untuk memancing pertanyaan untuk dirinya. Tapi kalau boleh jujur, saya menyesal mengikuti saran dari N dan G.

Tidak ada salahnya menikah, berdua memang lebih baik dari sendiri. Karena dengan berdua bisa berbagi kasih, bisa berbagi perhatian, saling menyemangati, tapi tidak ada salahnya juga dengan sendiri. Yang pasti apapun pilihannya, itu adalah hasil pertimbangan masing-masing orang dan yang dibutuhkan hanya perlu saling menghormati dan menghargai saja.