Friday, June 18, 2010

Single is wrong??

Belakangan ini semakin banyak saja teman-teman saya yang sudah mengakhiri masa lajangnya, malah tidak sedikit yang sudah memiliki keturunan.
Ada yang sama teman sekelas jaman SMA, teman seangkatan jaman kuliah, teman kantor maupun dapat kenalan dari teman. Okelah, darimana pun jodoh mereka, saya ikut senang atas kebahagiaan mereka.
Lalu, apa tujuannya tulisan ini dibuat? Ya ga apa-apa sih, Cuma pengen mengutarakan pemikiran saya saja disini, boleh donk?

Terinspirasi dari hasil chatting dengan seorang teman lama.
Tanpa tedeng aling-aling, tidak pakai say hi or hallo or nanya kabar..hal pertama yang ditanyain adalah
“Rena, sudah merit belum?”
Oh gosh…li’l bit shock ama pertanyaan yang pertama muncul ini. Ternyata kabar saya sudah menikah atau belum itu lebih penting dibanding apakah saya sehat atau tidak. Emang bener ya? Saya yang ketinggalan jaman atau teman saya itu yang melangkah terlalu jauh?

Hmm….dijawab ga yah pertanyaannya? Tiba-tiba muncul perasaan malas untuk meneruskan chattingan itu. Well, karena saya baik hati dan tidak sombong, jadi okelah mari kita teruskan.
Lantas saya jawab saya itu pertanyaan nya.. Belum…

Eng..ing…eng…muncul pertanyaan selanjutnya…“Jadi kapan?”
Hmmm…penting yah buat dia? Saya sendiri saja belum memikirkan apalagi set deadline untuk itu..Lantas saya jawab saja… Belum tahu…
“Kenapa?” – Belum siap mental aja…
“Kog bisa?” – Loh, ya bisalah..belum sanggup kalo harus berbagi penghasilan dan perhatian dari diri sendiri ke orang lain, terutama anak. Belum puas membahagiakan diri sendiri dan orang tua. Belum siap kalau harus mengalihkan uang yang biasanya buat diri sendiri, buat beli barang kebutuhan sendiri tapi jadi beli barang kebutuhan anak.
“Pacarnya orang mana? Kerja dimana? Disiap-siapinlah, kalo nunggu siap mah bisa-bisa ga merit2”…(okeey…sekarang saya mulai gerah neh dengan hal-hal yang berbau merit ini).

Saya tahu by nature, ketika kita sudah menikah dan mempunyai anak, pasti orientasi akan berubah dengan sendirinya. Dari yang tadinya mencari uang hanya untuk memenuhi keperluan diri sendiri menjadi untuk keperluan keluarga dan anak. Saya tahu. Saya hanya belum merasa siap. Dan saya tidak akan memaksa diri saya untuk menjadi siap hanya karena desakan dari orang lain, terutama teman. Toh orang tua saya saja tidak cerewet dan tidak mendesak saya untuk segera menikah, lantas kenapa orang lain lebih heboh yah? Wujud mereka “care” kepada saya? Bisa jadi. Tapi mereka tetap tidak punya hak untuk mendesak saya menikah. Dan saya tetap merasa bahwa saya tidak harus memberikan alasan kepada mereka mengapa saya belum mau menikah.

Akhirnya saya bercerita tentang kejadian ini kepada kedua teman saya yang lain, sebutlah namanya N dan G. Saya bercerita sambil ngomel-ngomel kepada kedua teman saya itu, sambil meminta pembenaran atas apa yang saya lakukan dan atas apa yang ada di pikiran saya, meskipun saya tidak terlalu mempedulikan apakah mereka akan sependapat dengan saya atau tidak.

Tapi mereka berdua berhasil menyadarkan saya dengan mengatakan “Ren, mungkin temen lo itu minta ditanyain udh merit apa belom?”…..Omaygat…begitu ya??

Ada alasan mengapa saya tidak mau bertanya hal-hal berbau merit. Buat saya, merit adalah hal tabu untuk ditanyakan, selalu ada alasan dan pertimbangan mengapa seseorang itu memilih untuk tidak atau menunda pernikahannya dan itu adalah hak masing-masing orang. Saya tidak merasa bahwa saya harus tahu alasan mereka dan saya tidak terlalu peduli lebih tepatnya. Saya yakin, jika sudah tiba waktuNya, seseorang akan siap untuk menikah di waktu yang tepat dengan orang yang tepat dan dalam kondisi yang tepat. Belum siap mental juga termasuk dalam bagian bahwa belum tiba waktu yang tepat.
Terlebih lagi, mengapa saya tidak mau bertanya hal-hal yang berbau merit adalah, karena saya tidak suka ditanya-tanya hal itu, jadi saya juga tidak mau bertanya.
Tapi dipikir-pikir, mungkin perkataan kedua teman saya itu ada benarnya juga. Mungkin teman saya itu bertanya untuk memancing pertanyaan tentang dirinya. Gosh…tiba-tiba merasa kalau saya sama sekali tidak peka untuk hal itu, hahahaha….

Kalau begitu, mari kita tanya ke teman saya itu, bagaimana dengan dia…Akhirnya dengan berat hati dan rada terpaksa, saya tanya juga ke teman saya itu..”Kamu sudah merit belum?”…
Dan….jawaban yang saya tidak duga pun muncul. Dia belum menikah, pacarnya sudah mengajak untuk menikah tahun ini tapi dia menolaknya dan meminta tahun depan saja, dia akan berhenti bekerja awal tahun depan untuk mempersiapkan pernikahannya, dan setelah menikah akan membuka usaha bersama suaminya supaya bisa sambil mengurus anak karena melihat pengalaman kakaknya yang anaknya diurus sama pembantu dan orang tuanya tidak tahu tentang perkembangan anaknya. Dan dia sangat bersyukur sekali karena calon suaminya itu tidak memaksanya untuk bekerja lagi setelah menikah. (oooh…OKeehh…Panjaaanng ya boo ceritanya, padahal saya tidak bertanya dan tidak berharap jawaban sedetail itu). Hahahaa….ternyata teman saya N dan G ada benarnya, dia bertanya untuk memancing pertanyaan untuk dirinya. Tapi kalau boleh jujur, saya menyesal mengikuti saran dari N dan G.

Tidak ada salahnya menikah, berdua memang lebih baik dari sendiri. Karena dengan berdua bisa berbagi kasih, bisa berbagi perhatian, saling menyemangati, tapi tidak ada salahnya juga dengan sendiri. Yang pasti apapun pilihannya, itu adalah hasil pertimbangan masing-masing orang dan yang dibutuhkan hanya perlu saling menghormati dan menghargai saja.

2 comments:

  1. Excellent incredible blog layout! How long have you been blogging for? you make running a blog look easy. The overall glance of your website is magnificent, let alone the content!
    Best GMAT Coaching Classes in Chennai | GMAT Training in Chennai

    ReplyDelete
  2. Great articles, first of all Thanks for writing such lovely Post! Earlier I thought that posts are the only most important thing on any blog. But here at Shoutmeloud I found how important other elements are for your blog.Keep update more posts..
    J2EE Training in Chennai
    JAVA Training in Chennai
    Linux Training in Chennai

    ReplyDelete