Thursday, June 24, 2010

Quote of the day

"Pria Sukses adalah pria yang mempunyai penghasilan lebih besar daripada pengeluaran istrinya...
Wanita yang sukses adalah wanita yang berhasil menemukan pria itu"

hahahah...kalo gitu saya masih tergolong belum sukses donk?..
Oke, ambil sisi positifnya saya BELUM sukses, bukan berarti TIDAK sukses.
Sekarang saatnya mencari pria yang berpotensi untuk menjadi Pria Sukses...hahahha

Wednesday, June 23, 2010

Saya dan Perancis

Bonjour...
Comment allez-vous ?

hahaha..baru itu doank yang saya bisa tuh bahasa Perancis..

Entah dapat ide darimana kog saya memutuskan untuk ikutan kursus bahasa Perancis. Akhirnya saya mengambil level pertama di salah satu tempat kursus bahasa Perancis yang lumayan ternama dan murah, hahaha..
Pengajarnya udh ibu-ibu,tinggi, langsing, kulit sawo matang, cantik sih dan yang pasti typical Sebul gitu deh kalo kata si Bang A*D.
Katanya sih dia baru sekali ini ngajar kelas pemula, biasanya dia ngajar kelas advance dan conversation. Oke deh, mari kita lihat cara ngajarnya.
5 menit pertama masuk dia langsung cuap-cuap pake bahasa Perancis, dan kita MELONGO...*pengen standing applause tadinya karena begitu dengar dia ngomong..wooow...bahasa perancis keren banget, terdengar begitu romantis*
Dalam hati saya berpikir, dia keren banget!!
15 menit berikutnya dahi mulai berkerut-kerut. Omaygat, apa yang dia omongin. Saya tidak mengerti apa-apa. Mulailah ada yang mengeluh dan bilang "translate, plis"..
Alih-alih dia translate, kita malah diceramahin, karena dia tidak akan menggunakan bahasa indonesia di jam kursus karena itu ditujukan untuk membuat kita terlatih.
TERLATIH??? Maksud Loe?? Boro-boro terlatih, kita sama sekali belum ngerti, vocab ga tau, grammar apa lagi, pronounce masih cupu. Kami seperti bayi yang baru lahir, masih polos.
Sumpriitt..susah amat itu bahasa ya? Mesti dibagi antara femina dan mascula, pronounciationnya juga beda dengan tulisannya, belum lagi grammarnya.
Ditambah lagi pengajarnya yang suka strict dan galak ga jelas.
Come on Madame, kami masih pemula, dikit-dikit pake bahasa Indonesia ga bikin dosa. Justru karena Madame ga mau pake bahasa Indonesia, saya malah bikin dosa karena bener-bener ga suka ama ga ya ngajarnya Madame. Hehehe....*alasan*

Disaat saya masih cupu begini bahasa Perancisnya, kog malah cepat sekali waktu berlalu, dan saya sudah mau ujian lagi teman-teman. Matilah awak!!
Haduuh, saya stress banget..Somebody help me....

Tuesday, June 22, 2010

Harapanku pada Tuhan

Ketika saya merenung dan mencoba melihat kembali apa yang terjadi di hidup saya, tidak ada kata yang bisa keluar selain ucapan syukur. From Nothing into Someone.

Tuhan saya terlalu hebat.

Saya hanyalah seorang anak daerah yang melewati masa kecil saya dengan sederhana. Saya hanya tahu menjalani kehidupan yang Tuhan beri. Saya menamatkan pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama saya di tempat kelahiran saya. Saya hanya tahu saya berusaha untuk menyelesaikan sekolah saya itu dengan sangat baik. Saya ingin terus bersekolah.

Beberapa bulan menjelang ujian akhir sekolah menengah pertama, saya ingat sekali pernah merencanakan untuk melanjutkan sekolah menengah atas saya di SMA Negeri di Lampung bersama mama saya. Yah, saya pikir yang penting saya bisa bersekolah, dimanapun sekolahnya. Mengukur kondisi keuangan dan juga jarak sekolah dengan rumah, supaya tidak terlalu banyak biaya transportasi yang harus dikeluarkan, karena saya lulus bersamaan dengan kakak saya yang lulus dan berniat melanjutkan kuliah. Kebayangkan berapa banyak biaya yang harus disiapkan.
Kebetulan SMA yang saya incar itu berjarak cukup jauh, jadi berpikir-pikir bahwa saya akan tinggal dikosan saja dan mama juga sudah setuju. Oke, saya akan bersekolah disitu saja. Titik.

Menjelang hari-hari kelulusan saya, tiba-tiba saya mendapat tawaran untuk meneruskan sekolah di Jakarta, di SMA Negeri yang ada di daerah Jakarta Selatan. Kabarnya sekolah itu adalah salah satu sekolah pendamping unggulan. Woow..Lihatlah betapa Tuhan saya begitu hebat. Mungkin saya pernah bermimpi untuk bisa bersekolah di Jakarta suatu hari nanti, tapi saya berpikir itu akan bisa saya capai nanti. Saya tidak pernah berpikir akan secepat itu. Apa yang tidak pernah saya pikirkan, itu yang DIA sediakan bagi saya. Proses pendaftaran yang saya ikuti pun amat sangat mudah. Tuhan mempermudah prosesnya untuk saya. Saya diterima di SMA Negeri itu. Tuhan telah menyediakan 1 bangku untuk saya.

Ternyata kerja tangan Tuhan tidak hanya berakhir disitu saja. DIA masih merangkai pekerjaan tangan yang luar biasa untuk saya.

Banyak sekali kenangan yang saya alami di sekolah itu. Mulai dari pengalaman saya yang terpuruk karena mendapatkan nilai yang amat sangat jelek untuk pertama kalinya dalam hidup saya sampai cinta monyet.

Hampir saya menyelesaikan tiga tahun masa-masa sekolah itu dan saya bingung mau meneruskan sekolah kemana. Yang saya tahu, saya ingin kuliah. Tapi tidak berani ambil kedokteran, disamping masalah dana, saya juga takut darah (masa dokter takut sama darah?). Saya disarankan untuk mengambil jurusan Bioteknologi, tapi saya ragu karena namanya keren tetapi kog tidak terlalu terkenal yah di Indonesia. Siapa yang mendanai kalau saya mau melakukan penelitian? (pemikiran yang amat sangat pendek, padahal saya bisa saja hijrah ke luar negeri kan?). Oke, mari kita lihat Koran, bagian lowongan pekerjaan, jurusan apa sih yang banyak dicari?? Wow, ternyata banyak sekali yang mencari akuntan dan ekonom. Saya berkesimpulan bahwa sangat mudah mencari pekerjaan jika kamu jurusan Ekonomi, banyak sekali yang mencari anak-anak jurusan Ekonomi. Kalau begitu saya putuskan saja bahwa saya akan kuliah jurusan Ekonomi, bagian Akuntansi.

Akhirnya kolektif melalui sekolah, saya membeli formulir SPMB, ujian masuk perguruan tinggi negeri. Formulir akan dibagikan secara serentak dan kami akan mengisi formulir bersama-sama, karena setelah selesai formulir itu akan dikembalikan lagi secara kolektif oleh sekolah.

Saya datang terlambat ke sekolah sewaktu pembagian formulir dan saya baru tiba ketika teman-teman saya sudah mulai mengisinya. Tinggal tersisa 1 formulir untuk saya ketika saya datang dan saya mulai melihat-lihat sebelum mulai mengisinya. Loh, kog saya Cuma bisa memilih 2 jurusan, kan saya membeli formulir IPC? Dengan formulir IPC, anak-anak jurusan IPA bisa memilih jurusan-jurusan yang tersedia untuk anak-anak IPS dan di formulir itu kita bisa memilih 3 jurusan, tetapi harganya memang lebih mahal dibanding formulir biasa. Saya kembalikan formulir itu ke Guru saya dan saya bilang bahwa saya membeli formulir IPC, bukan IPA. Saya panik. Formulir itu pasti tertukar dengan formulir salah satu teman saya dan mereka sudah mulai mengisinya. Dugaan saya benar, formulir saya tertukar dan teman saya itu telah selesai mengisi identitas dan pilihan jurusannya menggunakan formulir saya.
Teman saya mengajak tukar formulir dan dia bersedia membayar selisihnya. Saya tidak mau. Bukan uang masalahnya. Saya ingin memiliki tiga pilihan dibandingkan dua. Akhirnya formulir yang sudah terisi itu dikembalikan ke saya. Saya harus menghapus identitasnya, menggantinya dengan punya saya dan mengisi pilihan jurusan yang sudah diisinya dengan pilihan jurusan saya. Disaat teman-teman saya sudah selesai mengisi, saya masih belum selesai menghapus dan masih butuh waktu untuk mengisinya.
Ingin menangis rasanya, bagaimana kalau saya gagal hanya karena formulir saya kotor sehingga mesin scanning nya tidak bisa membaca identitas saya. Saya seperti kalah sebelum berperang. Ingin menangis dan berteriak, bagaimana mungkin Guru saya bisa ceroboh seperti itu, bagaimana mungkin teman saya yang sudah jelas-jelas membeli formulir IPA tapi malah mengambil formulir IPC. Saya sibuk menghapus dan sibuk menahan air mata. Nanti setelah tiba dirumah saya akan nangis sepuasnya, tapi tidak sekarang kata saya pada diri saya. Tuhan..saya takut. Mengapa ini terjadi pada saya?
Sambil menghapus saya tidak berhenti-berhenti berdoa, berharap agar kejadian ini tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Saya juga terus meyakinkan diri saya bahwa jika Tuhan mau memberi tidak akan ada yang bisa menghalangi.

Saya beri tahu pilihan jurusan yang saya ambil:
Pilihan 1 : Fakultas Ekonomi, jurusan Akuntansi UI
Pilihan 2 : Bioteknologi IPB
Pilihan 3: saya lupa..

Saya tidak mendaftar lagi ke Perguruan Tinggi Swasta. Saya hanya membeli dan mendaftar D3 Akuntansi UI. Sebelum pengumuman SPMB, saya sudah tahu bahwa saya diterima di D3 Akuntansi UI.

Hari pengumuman pun tiba. Apakah nama saya akan muncul dikoran atau tidak? Tidak tahu. Yang saya tahu, saya sudah berusaha semampu saya, saya sudah berdoa sampai jungkir balik. Bukannya saya tidak bersyukur karena saya diterima di D3 UI, tapi saya tetap minta 1 bangku di S1 UI. Saya minta pada Tuhan 1 bangku di FEUI. Dari sekian ratus bangku, tidak akan sulit bagi Tuhan untuk memberikan 1 bangku untuk saya. Itu yang saya doakan dan saya imani.
Sewaktu melihat dan mencari nama saya di koran, dengkul saya semakin lemas. Ternyata tidak ada pengumuman di Koran itu. Saya salah beli Koran. Kebodohan yang tidak perlu terjadi disaat-saat seperti ini. Akhirnya saya menelpon sahabat saya, ingin tahu pengumuman itu ada di Koran apa. Selain itu juga ingin tahu apakah dia berhasil masuk atau tidak. Tiba-tiba dia menyelamati saya. Dia meyakinkan saya bahwa saya diterima. Saya tidak percaya begitu saja. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli Koran dan melihatnya sendiri. Puji Tuhan, DIA benar-benar memberikan 1 bangku untuk saya lagi. Lihatlah lagi, betapa hebatnya Tuhan saya. Setelah apa yang terjadi, disaat saya merasa benar-benar tiada harapan, ditanganNya selalu ada harapan. Saya kuliah, dengan biaya yang masih tergolong murah, karena setelah angkatan saya, biaya kuliah meningkat tajam. Lagi-lagi Tuhan memudahkan jalan hidup saya.
Saya selalu berdoa supaya saya bisa sambil mencari uang bahkan sebelum saya lulus kuliah. Dia mengabulkannya dengan membuat saya menjadi Asisten Lab, pengawas ujian dan pemeriksa ujian di Kampus. Saya berharap supaya sebelum saya lulus, saya sudah mendapatkan pekerjaan. Dan lagi-lagi DIA mengabulkannya.

Jika diceritakan apa saja yang sudah DIA perbuat dalam hidup saya, tidak akan habis saya bercerita. Terlalu banyak dan terlalu ajaib untuk bisa dibayangkan. DIA menyediakan apa yang tidak pernah saya pikirkan, DIA terlalu luar biasa baik untuk saya. Hingga saat ini dan seterusnya, saya masih terus menantikan karyaNya yang ajaib dalam hidup saya.

Taruhlah harapanmu pada Tuhan, maka kamu tidak akan pernah kecewa!

Friday, June 18, 2010

Single is wrong??

Belakangan ini semakin banyak saja teman-teman saya yang sudah mengakhiri masa lajangnya, malah tidak sedikit yang sudah memiliki keturunan.
Ada yang sama teman sekelas jaman SMA, teman seangkatan jaman kuliah, teman kantor maupun dapat kenalan dari teman. Okelah, darimana pun jodoh mereka, saya ikut senang atas kebahagiaan mereka.
Lalu, apa tujuannya tulisan ini dibuat? Ya ga apa-apa sih, Cuma pengen mengutarakan pemikiran saya saja disini, boleh donk?

Terinspirasi dari hasil chatting dengan seorang teman lama.
Tanpa tedeng aling-aling, tidak pakai say hi or hallo or nanya kabar..hal pertama yang ditanyain adalah
“Rena, sudah merit belum?”
Oh gosh…li’l bit shock ama pertanyaan yang pertama muncul ini. Ternyata kabar saya sudah menikah atau belum itu lebih penting dibanding apakah saya sehat atau tidak. Emang bener ya? Saya yang ketinggalan jaman atau teman saya itu yang melangkah terlalu jauh?

Hmm….dijawab ga yah pertanyaannya? Tiba-tiba muncul perasaan malas untuk meneruskan chattingan itu. Well, karena saya baik hati dan tidak sombong, jadi okelah mari kita teruskan.
Lantas saya jawab saya itu pertanyaan nya.. Belum…

Eng..ing…eng…muncul pertanyaan selanjutnya…“Jadi kapan?”
Hmmm…penting yah buat dia? Saya sendiri saja belum memikirkan apalagi set deadline untuk itu..Lantas saya jawab saja… Belum tahu…
“Kenapa?” – Belum siap mental aja…
“Kog bisa?” – Loh, ya bisalah..belum sanggup kalo harus berbagi penghasilan dan perhatian dari diri sendiri ke orang lain, terutama anak. Belum puas membahagiakan diri sendiri dan orang tua. Belum siap kalau harus mengalihkan uang yang biasanya buat diri sendiri, buat beli barang kebutuhan sendiri tapi jadi beli barang kebutuhan anak.
“Pacarnya orang mana? Kerja dimana? Disiap-siapinlah, kalo nunggu siap mah bisa-bisa ga merit2”…(okeey…sekarang saya mulai gerah neh dengan hal-hal yang berbau merit ini).

Saya tahu by nature, ketika kita sudah menikah dan mempunyai anak, pasti orientasi akan berubah dengan sendirinya. Dari yang tadinya mencari uang hanya untuk memenuhi keperluan diri sendiri menjadi untuk keperluan keluarga dan anak. Saya tahu. Saya hanya belum merasa siap. Dan saya tidak akan memaksa diri saya untuk menjadi siap hanya karena desakan dari orang lain, terutama teman. Toh orang tua saya saja tidak cerewet dan tidak mendesak saya untuk segera menikah, lantas kenapa orang lain lebih heboh yah? Wujud mereka “care” kepada saya? Bisa jadi. Tapi mereka tetap tidak punya hak untuk mendesak saya menikah. Dan saya tetap merasa bahwa saya tidak harus memberikan alasan kepada mereka mengapa saya belum mau menikah.

Akhirnya saya bercerita tentang kejadian ini kepada kedua teman saya yang lain, sebutlah namanya N dan G. Saya bercerita sambil ngomel-ngomel kepada kedua teman saya itu, sambil meminta pembenaran atas apa yang saya lakukan dan atas apa yang ada di pikiran saya, meskipun saya tidak terlalu mempedulikan apakah mereka akan sependapat dengan saya atau tidak.

Tapi mereka berdua berhasil menyadarkan saya dengan mengatakan “Ren, mungkin temen lo itu minta ditanyain udh merit apa belom?”…..Omaygat…begitu ya??

Ada alasan mengapa saya tidak mau bertanya hal-hal berbau merit. Buat saya, merit adalah hal tabu untuk ditanyakan, selalu ada alasan dan pertimbangan mengapa seseorang itu memilih untuk tidak atau menunda pernikahannya dan itu adalah hak masing-masing orang. Saya tidak merasa bahwa saya harus tahu alasan mereka dan saya tidak terlalu peduli lebih tepatnya. Saya yakin, jika sudah tiba waktuNya, seseorang akan siap untuk menikah di waktu yang tepat dengan orang yang tepat dan dalam kondisi yang tepat. Belum siap mental juga termasuk dalam bagian bahwa belum tiba waktu yang tepat.
Terlebih lagi, mengapa saya tidak mau bertanya hal-hal yang berbau merit adalah, karena saya tidak suka ditanya-tanya hal itu, jadi saya juga tidak mau bertanya.
Tapi dipikir-pikir, mungkin perkataan kedua teman saya itu ada benarnya juga. Mungkin teman saya itu bertanya untuk memancing pertanyaan tentang dirinya. Gosh…tiba-tiba merasa kalau saya sama sekali tidak peka untuk hal itu, hahahaha….

Kalau begitu, mari kita tanya ke teman saya itu, bagaimana dengan dia…Akhirnya dengan berat hati dan rada terpaksa, saya tanya juga ke teman saya itu..”Kamu sudah merit belum?”…
Dan….jawaban yang saya tidak duga pun muncul. Dia belum menikah, pacarnya sudah mengajak untuk menikah tahun ini tapi dia menolaknya dan meminta tahun depan saja, dia akan berhenti bekerja awal tahun depan untuk mempersiapkan pernikahannya, dan setelah menikah akan membuka usaha bersama suaminya supaya bisa sambil mengurus anak karena melihat pengalaman kakaknya yang anaknya diurus sama pembantu dan orang tuanya tidak tahu tentang perkembangan anaknya. Dan dia sangat bersyukur sekali karena calon suaminya itu tidak memaksanya untuk bekerja lagi setelah menikah. (oooh…OKeehh…Panjaaanng ya boo ceritanya, padahal saya tidak bertanya dan tidak berharap jawaban sedetail itu). Hahahaa….ternyata teman saya N dan G ada benarnya, dia bertanya untuk memancing pertanyaan untuk dirinya. Tapi kalau boleh jujur, saya menyesal mengikuti saran dari N dan G.

Tidak ada salahnya menikah, berdua memang lebih baik dari sendiri. Karena dengan berdua bisa berbagi kasih, bisa berbagi perhatian, saling menyemangati, tapi tidak ada salahnya juga dengan sendiri. Yang pasti apapun pilihannya, itu adalah hasil pertimbangan masing-masing orang dan yang dibutuhkan hanya perlu saling menghormati dan menghargai saja.